Dior Dior Dior

Kota Solo Bentuk 131 Kampung Bebas Asap Rokok, 4 Kelurahan Segera Menyusul

Dior

Apa Kabar SurakartaKota Solo terus memperkuat komitmennya dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari paparan asap rokok. Hingga Juli 2025, tercatat sebanyak 131 Kampung Bebas Asap Rokok (KBAR) telah terbentuk di 50 kelurahan dari total 54 kelurahan yang ada di wilayah ini.

Program Kampung Bebas Asap Rokok (KBAR) merupakan inisiatif Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo sejak 2016, bertujuan melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok sekaligus menekan angka perokok baru, terutama anak-anak dan remaja.

Dior
76 Kampung di Solo Diklaim Sudah Bebas Asap Rokok, Apa Saja Sih Programnya?  - Espos.id | Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia
Kota Solo Bentuk 131 Kampung Bebas Asap Rokok, 4 Kelurahan Segera Menyusul

Kepala DKK Solo, Retno Erawati Wulandari, menyebutkan bahwa hanya tinggal empat kelurahan lagi yang belum membentuk KBAR, yaitu Kepatihan Kulon, Kepatihan Wetan, Sudiroprajan, dan Setabelan.

“Kami dorong agar empat kelurahan tersebut segera membentuk KBAR, agar perlindungan masyarakat dari bahaya asap rokok bisa merata di seluruh Solo,” ujarnya, Senin (28/7/2025).

Baca Juga : RS Kardiologi Emirates-Indonesia di Solo bakal Layani Pasien BPJS Kesehatan

Untuk mengukur efektivitas program, DKK Solo bekerja sama dengan Yayasan Kakak menyusun delapan indikator keberhasilan. Indikator tersebut mencakup penguatan kelembagaan, aturan kampung, pendataan, penyediaan saung rokok, pengembangan media informasi, keterlibatan masyarakat, penghapusan iklan rokok, dan pembangunan jaringan pendukung.

Program KBAR Solo Tunjukkan Dampak Positif, Rokok Mulai Ditinggalkan

Retno mengklaim bahwa KBAR telah memberi dampak signifikan. Indeks Keluarga Sehat (IKS) pada indikator “anggota keluarga tidak merokok” meningkat dari 40% pada 2015 menjadi lebih dari 70% pada 2025.

Sementara itu, Ketua LPMK Karangasem, Nur Widayat, menuturkan bahwa perilaku merokok warga mengalami perubahan positif. Rokok tidak lagi dikonsumsi sembarangan, bahkan saat rapat warga, para perokok akan keluar ruangan. Warung kelontong juga tidak menjual rokok kepada anak-anak.

Namun, program ini menghadapi tantangan, terutama keterbatasan anggaran. KBAR membutuhkan dana sekitar Rp10 juta per RW per tahun untuk edukasi, kampanye, dan operasional. Dengan sembilan RW di Karangasem, total kebutuhan bisa mencapai Rp90 juta.

Tantangan lain adalah munculnya perokok baru, terutama anak muda yang terpengaruh lingkungan dan rokok elektrik. Karena itu, fokus edukasi saat ini lebih diarahkan kepada pemuda, dengan menggandeng karang taruna dan komunitas kepemudaan.

Koordinator Program Yayasan Kakak, Noor Hidayah, menyebut KBAR sebagai garda terdepan perlindungan anak dari rokok. Untuk itu, pihaknya telah meluncurkan laman solokerentanparokok.or.id guna memantau perkembangan program ini secara daring.

Dior